Setelah mengalahkan Malaysia di babak penyisihan dengan skor telak 5-1, ternyata Indonesia kembali bertemu kembali di laga final. Sepert yang kita ketahui bebrapa tahun belakangan ini hubungan Indonesia dengan Malaysia sedang renggang. Klaim Malaysia atas budaya dan pulau milik Indonesia membuat Rakyat Indonesia marah dan geram. Hal ini berdampak pada kompetisi piala AFF. Dapat dipastikan pertandingan ini bukan lagi sekedar kompetisi biasa yang tidak ada unsur apapun yang ikut menyertainya kecuali unsur berkompetisi yang menjunjung sportifitas dalam olahraga. Pertemuan kembali Indonesia dengan Malaysia telah menyangkut harga diri 2 negara yang sedang bersuteru. Ternyata dugaan saya benar, hal ini dibuktikan dalam pertandingan Leg 1 pada hari Minggu tanggal 27 Desember kemarin. Pertandingan leg 1 di Negeri Jiran tersebut dapat dikatakan berlangsung meriah tetapi telah menggoreskan citra buruk bagi negeri jiran tersebut. Ulah penonton tuan rumah yang tidak bertanggung jawab telah mencoreng nilai sportifitas. Pemikiran dangkal penonton yang ingin menang tetapi dengan cara curang yang mengalihkan konsentrasi lawan bukanlah hal yang terpuji. Sinar Laser serta indikasi bubuk gatal yang dilayangkan kepada giper Timnas Indonesia memang telah berhasil mengobrak-abrik konsentrasi Timnas yang berakibat buruk dengan permainan tim secara keseluruhan. Pertandingan yang sempat dihentikan sekitar 6 menit telah memupus harapan Rakyat Indonesia untuk memenangkan final piala AFF leg 1. Kekalahan telak 3-0 mampu dibalas oleh Malaysia.
Indonesia pun berduka atas kekalahan tersebut. Hujatan demi hujatan mengalir deras kepada Malaysia atas ketidaksportivan penontonnya. Hubungan Indonesia-Malaysia pun kembali memanas. Jujur kalau saya melihat pertandingan kemarin, permainan Malaysia memang lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Tetapi tidak menutup kemungkinan, buruknya permainan Indonesia bisa saja disebabkankan dengan ulah penonton negeri jiran tersebut.
Kekalahan 3-0 sontak membuat negeri kita kebakaran jenggot. Kesalahan demi kesalahan di cari-cari dan dilemparkan sana-sini. Mulai dari kekalahan Timnas dikarenakan kesalahan ulah kecurangan penonton dan tidak bagusnya pengamanan oleh Polisi Malaysia sehingga sinar laser bisa masuk ke lapangan sampai dengan kekalahan Timnas disangkutpautkan dengan politik.
Berbagai spekulasi penyebab kekalahan Timnas disamping kesalahan teknis dilapangan negeri Jiran, dilontarkan satu persatu oleh penduduk negeri ini. Berbagai media mengekspos besar-besaran penyebab kekalahan Timnas. Si A berpendapat kesalahan terletak pada media yang terlalu menggembor-gemborkan secara berlebihan yang lebih ke arah takabbur. Ada lagi si B mengatakan kekalahan dikarenakan kinerja PSSI yang buruk bahkan sampai menggagu kegiatan latihan Timnas sehingga menyebabkan pemain kurang latihan. Itu kesalahan di luar politik, belum lagi kesalahan dikarenakan faktor politik. Parpol A mengatakan parpol B yang bersalah atas kesalahan Timnas, sedangkan parpol B mengatakan bahwa parpol A dan bahkan presiden yang harus bertanggungjawab atau dipersalahkan atas kekalahan Timnas ini. Bukankan didalam olahraga tidak mengenal politik melainkan kompetisi yang menjunjung sportifitas?. Alangkah lucunya negeri ini yang hanya bisa menyalahkan tetapi tidak bisa mengakui kesalahan dan kekalahan serta memperbaiki bersama kesalahan-kesalahan yang telah terjadi. Hujat-menghujat telah menjadi tradisi negeri ini.
Untuk itu, janganlah kita saling menyalahkan, lebih bijak untuk mencari bersama-sama kesalahan-kesalahan yang telah terjadi yang kemudian bersama-sama kita membangun kembali atau belajar dari kesalahan tersebut sehingga kemajuan persepakbolaan bukanlah sekedar mimpi. Jika regulasi yang salah, perbaiki regulasinya, jika kurang pembinaan, tingkatkanlah pembinaannya, jika organisasinya kotor, bersihkanlah organisasinya. Marilah kita bersama-sama membangun kemajuan persepakbolaan kita yang dapat mengangkat martabat kita di dunia Internasional. Jangan hanya sebagai retorika dan wacana semata, tapi sing-singkan lah lengan baju kita demi satu tujuan kita yaitu melihat negeri ini menjadi negeri yang terhormat di dunia melalui sepak bola.
Bagi penonton putaran leg 2 yang diadakan tanggal 29 Desember 2010 besok di Gelora Bung Karno, junjunglah sportifitas kita. Ketidaksportifitasan tidaklah dibalas dengan ketidaksportifisan. Biarlah negeri jiran yang tidak sportifitas. Jadilah penonton yang bijak yang dapat membedakan mana yang baik dan salah. Tunjukkan kepada Malaysia bahwa Indonesia merupakan negeri yang bermatabat dan memiliki harga diri. Apapun hasilnya besok haruslah dapat diterima dengan legowo, karena dalam sebuah kompetisi pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Selalu berpikirin positif, jikalau kalah anggaplah suatu keberhasilan yang tertunda serta kesempatan untuk memperbaiki diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar